.
Summary: Apa kau tahu apa yang ada di balik cermin? Ketika kau tahu, bisakah kau mengingkarinya? CHAPTER IV: REFLECTIONS AND SHADOWS: …Kau adalah aku, aku adalah kau. Kita adalah satu…
Disclaimer: Vocaloid belongs to Yamaha Corp.
.
BEHIND THE MIRROR
.
.
Aku ingin menjadi lebih kuat!
Aku ingin menjadi lebih hebat!
Aku ingin bisa melindungi orang-orang yang kusayangi!
Aku ingin dunia melihatku!
.
Murasaki Sakura Presents:
BEHIND THE MIRROR
CHAPTER IV: REFLECTIONS AND SHADOWS
…Kau adalah aku, aku adalah kau. Kita adalah satu…
.
Matahari bersinar sangat cerah di luar sebuah pondok kecil. Meskipun begitu, angin berhembus cukup kencang, membuat para penghuni pondok itu sama sekali tidak merasa kepanasan. Sembilan orang tengah mengerjakan berbagai aktivitas di dalam pondok itu. Ada yang sibuk bertengkar, ada yang sibuk melamun, ada yang sibuk membuat minuman, dan ada juga yang sibuk saling memerhatikan.
“Silahkan tehnya,” kata seorang gadis berambut hitam yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa nampan berisi sembilan gelas teh hangat
“Terimakasih,” kata seorang remaja berambut aqua, Mikuo
Seorang anak lelaki yang sangat mirip dengan gadis berambut hitam tadi langsung meletakkan gelas-gelas berisi teh hangat itu di meja kayu yang ada di tengah-tengah mereka semua. Kaito langsung mengambil gelasnya dan menyesap isinya. “Hei, teh ini enak!” katanya
“Benarkah? Terimakasih,” gadis berambut hitam tersenyum manis
“Sama-sama.” Kaito membalas senyumannya. Tiba-tiba Kaito merinding. Dia merasa ada aura pembunuh di dekatnya.
“Hei, tak usah genit-genitan segala dengan Rui. Bisa-bisa kau dibunuh,” bisik pemuda berambut merah yang sangat mirip dengan Kaito
“Ha? Apa maksudmu?” tanya Kaito kebingungan, tapi pemuda itu masih bisa merasakan aura pembunuh yang makin memancar. Kaito merasakan tatapan menusuk dari sampingnya. Lalu dia pun menoleh ke arah sumber tatapan itu. Dilihatnya anak lelaki berambut hitam yang mirip dengan gadis berambut hitam itu tengah menatapnya dengan pandangan membunuh. Kaito juga dapat merasakan aura pembunuh yang dirasakannya juga berasal dari anak lelaki itu
“Rei!” panggil gadis berambut hitam. Suara gadis itu sukses membuat si pemilik nama sedikit terlonjak. “Jangan menakut-nakuti Kaito,” lanjut gadis itu
“Huh!” anak lelaki itu hanya mendengus sambil membuang muka
“Maaf ya, kadang-kadang Rei bisa jadi menyebalkan seperti itu. Padahal biasanya tidak kok!” gadis itu membungkuk sedikit
“Tidak apa-apa,” Kaito tersenyum sambil menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal
“Tunggu, rasanya tadi kau bilang ‘Jangan menakut-nakuti KAITO’” celetuk Mikuo. Remaja bermata aqua itu memberi penekanan pada kata terakhirnya
“Ya,” gadis itu mengangguk
“Dari mana kau bisa tahu nama Kaito? Padahal kami sama sekali belum memperkenalkan diri.” tanya Mikuo tajam
“Hahahaha tidak terlalu serius seperti itu, Mikuo. Santailah sedikit sepertiku!” kata pemuda berambut hitam yang sebagiannya dicat merah
“Kau juga tahu namaku?!” seru Mikuo
“Tentu saja, bodoh! Kami tahu semua nama kalian,” kata si rambut merah
“Tolong jelaskan apa yang terjadi di sini!” pinta Rin dengan tegas
“Sudah kuduga,” si rambut merah bersungut. “Tapi kurasa, dijelaskan pun tidak ada gunanya. Kalian tidak akan mengerti!” lanjutnya dengan nada meremehkan
“Apa kau bilang?! Kau pikir kami ini bodoh?!” Mikuo berdiri dari kursi tempatnya duduk dan menatap pemuda berambut merah itu dengan sengit
“Whoa whoa… Lebih baik kau tenang dulu. Tentu saja aku hanya bercanda,” pemuda berambut merah itu memperlihatkan cengiran jahilnya
“Sudahlah, Akaito, kurasa Tuan Mikuo sama sekali tidak suka dengan lelucon bodohmu!” lerai pemuda berambut hitam yang sebagian dicat merah. Pemuda berambut merah itu hanya mengedipkan sebelah matanya dan kembali menampakkan cengiran kudanya.
“Baiklah, kurasa kami harus memperkenalkan diri terlebih dahulu,” kata anak lelaki berambut hitam, Mikuo mengangguk tanda setuju
“Namaku Kagene Rei,” kata anak lelaki itu. “Dan ini kembaranku, Rui,” lanjutnya sambil menengok ke arah gadis berambut hitam yang berada di sebelahnya
“Aku Akaito!” pemuda berambut merah itu tersenyum
“Kalian bisa memanggilku Rook,” pemuda berambut hitam yang sebagian dicat merah
“Namaku Kagamine Len,” Len memperkenalkan dirinya
“Aku Kagamine Rin, kembarannya Len!” kata Rin ceria
“Hatsune Mikuo,” kata Mikuo dingin
“Aku adik Kak Mikuo, namaku Hatsune Miku” Miku membungkukkan badannya sedikit
“Dan namaku Shion Kaito!” Kaito menutup perkenalan
“Sudah kubilang, kami sudah tahu nama kalian!” pemuda berambut merah bernama Akaito
Tak ada yang menanggapi kata-kata Akaito. Mereka semua hanya diam di tempat, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Mikuo mengedarkan pandangannya pada kedelapan orang yang berada di ruangan itu. Dan akhirnya memutuskan untuk membuka percakapan.
“Darimana kalian tahu nama kami?” tanya Mikuo
“Tentu saja kami tahu, karena kami ini kalian,” Akaito menjawab pertanyaan itu dengan santai. Tangannya dikaitkan di belakang kepalanya yang tertutup rambut merah
“Aku tidak mengerti…” kata Miku
“Kalian ingat darimana kalian masuk ke sini?” tanya Rook setelah menyeruput teh hangatnya
“Cermin…” gumam Rin
“Tentu saja, cermin! Itulah jawabannya!” Akaito menepuk puncak kepala Rin
“Tolong jelaskan! Aku masih tidak mengerti!” pinta Miku
“Tentu,” Akaito mengangguk. “Begini…”
“Kurasa akan lebih baik jika bukan kau yang menjelaskannya, Akaito.” sela Rook dengan sinis
“Apa maksudmu, Rook?” Kaito memberikan death glarenya pada Rook
“Biar aku saja yang jelaskan,” lerai Rei
“Silahkan,” Rook tersenyum. Rei menghela nafas, kemudian menganggukkan kepalanya.
“Kami menyebut dunia ini Hyuponia. Kalian, manusia, tidak mengetahui keberadaan kami dan dunia ini karena kami selalu menjaga portalnya agar selalu tertutup. Tapi karena suatu alasan, aku harus memanggil kalian ke sini.” mata kuningnya memandang lurus ke mata biru Len
“Kurasa itu sama sekali tidak menjelaskan apa-apa.” Mikuo melipat kedua tangannya di depan dada. Rei tersenyum sekilas
“Kalian tahu siapa kami?” tanya Rei
“Kau sendiri yang bilang kalau manusia tidak mengetahui keberadaan kalian dan dunia ini,” jawab Mikuo sinis
“Kami biasa disebut Reflection.” kata gadis bernama Rui
“Reflection?” tanya Rin
“Ya. Karena kami, yang hidup di Hyuponia adalah refleksi dari kalian, yang hidup di Dunia.” jelas Rui setelah meletakkan gelas berisi teh hangat di tangannya ke atas meja.
“Refleksi dari kami?” mata Mikuo sukses membulat mendengar penjelasan Rui
“Ya,” Rui mengangguk, “Bisa dibilang bahwa kami ini adalah perwujudan dari apa yang ada di hati kalian.” lanjutnya
“Lalu, apakah artinya kalian adalah perwujudan dari hati kami?” tanya Kaito
“Tepat sekali!” sahut Akaito ceria, “Apa kau bisa menebak dari hati siapa aku tercipta?” sambung Akaito
“Hatiku?” tanya Kaito
“Tepat!” seru Akaito sambil mengacungkan jempolnya
“Kalau begitu Rei dan Rui adalah perwujudan dari hatiku dan Rin?” tanya Len
“Benar sekali,” Rei mengangguk
“Apa? Berarti dia adalah perwujudan dari hatiku?” tanya Mikuo kaget, jari telunjuknya mengarah ke dada Rook
“Hahaha benar sekali, Tuan Jenius!” Rook menepuk puncak kepala Mikuo
“A-apa?!” Mikuo memberikan death glare-nya pada Rook
“Kalau begitu bagaimana denganku?” Miku menyela
“Ah, benar sekali! Di sini bahkan tidak ada reflection yang bisa menjadi perwujudan dari hati Miku!” seru Mikuo penuh kemenangan. “Coba jelaskan itu!”
“Aku sendiri tidak tahu soal itu. Tapi kita bisa mencaritahunya nanti, setelah kita menyelesaikan masalah yang akan kukatakan pada kalian.” Rei mengangkat kedua bahunya dan menatap mereka semua dengan tatapan serius
“Masalah?” tanya Miku
“Ya. Biar kujelaskan. Kami, yang hidup di Hyuponia terbagi atas dua golongan. Reflections, perwujudan dari hati manusia yang hidup di Dunia seperti kami, dan Shadows, Reflections yang kehilangan wujud aslinya di Dunia.” jelas Akaito
“Dalam setiap jiwa Reflections—atau sebutlah kami, kami mengetahui siapa sebenarnya wujud asli kami di Dunia meskipun wujud asli kami sudah meninggal. Tapi, berbeda dengan para Shadows. Mereka entah bagaimana melupakan wujud asli mereka sehingga mereka kehilangan kendali diri dan melakukan berbagai hal yang merugikan dan sulit dikendalikan.” sambung Rei
“Bagaimana kalau kita langsung ke inti permasalahan?” usul Kaito
“Masalahnya muncul sejak beberapa bulan yang lalu, sekumpulan Shadows yang dipimpin oleh seorang Reflection menyerang Kastil dan mengganggu kehidupan Hyuponia yang bisa dibilang cukup damai. Beberapa Reflections telah mencoba membuat aliansi untuk memerangi mereka, tapi usaha-usaha aliansi itu selalu gagal.” jelas Rei panjang lebar
“Jadi, maksud kalian memanggil kami kesini adalah untuk membantu kalian?” tanya Len yang menatap lurus ke mata Rei. Biru laut melawan kuning matahari.
“Ya,” Rei menganggukkan kepalanya
“Whoa kurasa ini bukan urusan mudah!” seru Kaito yang disambut anggukan setuju dari Mikuo
“Mungkin negerimu ini menderita karena si Reflection dan Shadows itu, tapi kurasa itu sama sekali bukan urusan kami. Karena kami sendiri sudah tinggal di dunia yang berbeda dengan kalian. Jadi urusan dunia kalian sudah bukan urusan kami.” sahut Mikuo
“Mungkin yang kau katakan ada benarnya, Tuan Jenius. Tapi apa kau lupa? Reflections adalah cerminan dari hati kalian, bagian dari hati kalian juga.” kata Rook sambil melipat kedua tangannya di depan dada
“Tapi… tetap saja kita tinggal di dunia yang berbeda!” seru Mikuo sengit
“Kak Mikuo, cukup!” lerai Len
“Benar, Tuan Jenius, cukup!” ejek Rook yang menirukan kata-kata Len
“Kau juga, Rook!” seru Akaito. Rook hanya terkekeh mendengar seruan Akaito.
“Jadi, apa kalian mau membantu kami?” tanya Rei. Suaranya memang seserius wajahnya, tapi jika kita menatap ke jauh dalam matanya, kita bisa melihat ada sedikit kesedihan yang tersirat di sana.
Len mengangguk, “Baiklah, kami akan membantu kalian,”
“Tunggu dulu Len! Apa maksudnya ini?!” tanya Mikuo, kemarahan terdengar kentara dalam suaranya
“Ya, kita akan membantu mereka,” Len mengulangi pernyataannya
“Aku tidak setuju! Lebih baik kita pulang sekarang!” teriak Mikuo yang langsung berdiri dari kursi yang didudukinya dengan wajah penuh amarah
“Apa kau tahu caranya?” tanya Akaito
“Tidak, tapi kalian pasti tahu!” Mikuo menuding Rei
“Kalau aku jadi kau, aku tidak akan seceroboh itu.” Rei berkata acuh tak acuh
“Apa maksudmu bocah?!” amarah Mikuo semakin memuncak
“Satu-satunya cermin yang bisa kau gunakan untuk kembali adalah Cermin Agung yang berada di Kastil yang dijaga ketat oleh puluhan bahkan ratusan shadows. Selain Cermin Agung, tidak ada cermin lain yang bisa kau jadikan jalan keluar dari Hyuponia.” jelas Rei tanpa bahkan memandang ke arah Mikuo. Mendengar itu, Mikuo hanya bisa berdecih kesal.
“Kurasa, sudah diputuskan bahwa kita akan berada di sini sampai Shadows yang menjaga cermin itu hilang.” Kaito menarik keputusan
“Ya, aku tidak keberatan dengan hal itu.” Miku mengangguk
“Sama sekali tidak!” Rin menggelengkan kepalanya kuat-kuat
Rui tersenyum lebar mendengar pernyataan Kaito, Rin, dan Miku. Sedangkan Rook dan Akaito hanya nyengir kuda seperti biasanya. Rei maju ke depan Len dan menjabat tangan remaja pirang itu.
“Terima kasih… Aku tahu kalian pasti bisa melakukannya.”
Len menyambut tangan Rei dan tersenyum.
Tapi masih ada satu hal yang mengganjal pikirannya, kata-kata Mikuo, ‘Di sini bahkan tidak ada Reflection yang bisa menjadi perwujudan dari hati Miku’.
Apa yang terjadi pada Reflection Miku?
.
.
TO BE CONTINUED
TO CHAPTER V: SHADOW AND THE PRINCESS
.
Halo minna-san! Apa kabar?
Gomen kalau updatenya luamaaaaaaaaaa buaaaaaanget dan chapternya pendek buaaaaaaaanget! Gomen banget yaa soalnya Saku sangat sangat sangat sibuk dengan urusan sekolah yang bejibun! Apalagi sekarang ini Saku udah kelas 9, jadi harus banyak belajar buat UN, belum lagi banyak tugas dan ulangan… Hhhh gomen ne…
.
Thanks for all READERS! Baik yang ngereview dan yang cuma jadi Silent Readers! Juga bagi yang udah mau nungguin fic ini update! THANKS FOR YOU ALL! :DDDD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar